Apakah Investasi Apartemen Menguntungkan Selamanya? Gimana Memprediksikannya?


Booming properti apartemen sering bikin sebagian orang kalap. Lihat saja faktanya saat ada launching apartemen, berita yang tersebar adalah seluruh unitnya sold out! Bahkan sampai ada sistem undian untuk memperebutkan sejumlah unit yang tersisa.

Motivasi orang beli apartemen bakal lebih tinggi lagi setelah tahu kalau harga apartemen lagi turun. Realitasnya memang begitu bila mengacu hasil survei  Perkembangan Properti Komersial yang dilansir Bank Indonesia (BI) baru-baru ini.

Selama kuartal pertama 2015, harga kondominium di Jabodetabek turun 9,29 persen. Artinya, saat ini harga apartemen menjadi rerata Rp 21,517 juta per meter persegi. Bandingkan sama empat bulan sebelumnya, saat masih bertengger di angka Rp 23,781 juta per meter persegi.

Adanya penurunan harga ini bakal menggelitik pertanyaan, apakah investasi apartemen menguntungkan? Oke, mari kita bahas bareng-bareng.

Asumsi harga properti cenderung naik

Orang membeli apartemen tidak melulu untuk ditinggali, namun juga sebagai suatu bentuk portfolio  investasi. Kenapa? Ya karena tingkat margin keuntungannya cukup menjanjikan. Terlebih ditambah dengan asumsi harga properti akan selalu naik dari waktu ke waktu.

Asumsi itu biasanya berdasarkan beberapa poin di bawah ini

– Adanya gap antara permintaan apartemen dengan ketersediaan unit yang ada.
– Kenaikkan harga karena dipicu NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) yang ditetapkan pemerintah
– Pengembang atau developer menerapkan kebijakan ‘goreng harga’

Dari tiga asumsi itu, yang perlu diperhatikan adalah poin terakhir. Aksi ‘goreng harga’ adalah trik dari marketing developer itu agar calon pembeli sesegera mungkin memutuskan beli sebelum harga unit naik dalam kurun waktu tertentu.
 Sering kan mendengar iklan, ‘segera miliki unit apartemen A. Harga naik Rp 10 juta di akhir bulan’?

Di samping gimmick marketing, kebijakan goreng harga itu dimaksudkan juga memberi ‘rasa aman’ bagi konsumen yang telah membeli unit tersebut. Mereka merasa ‘diuntungkan’ karena telah membeli unit tersebut karena harga naik ‘signifikan’ hanya dalam hitungan bulan.

Masalahnya, kebijakan goreng harga itu sangat subyektif karena kenaikan harga tidak berdasarkan ‘mekanisme pasar’. Pihak developer sama sekali mengabaikan apakah ‘permintaan’ unit itu tinggi atau sebaliknya. Jadi seolah-olah kebijakan goreng harga ini ‘permainan developer.’

Cuma jangan buru-buru menuduh kebijakan goreng harga sebagai sesuatu yang licik. Kadang kala developer melakukan itu sebagai upaya ‘menaikkan’ nilai unit tersebut. Kalau langkah itu tak dilakukan, dikhawatirkan pembeli akan memandang nilai apartemen tersebut stagnan dan tak layak dimiliki.

Waspadai Harga semu

Kebijakan goreng harga ini pada akhirnya menciptakan ‘harga semu’. Maksudnya, harga itu bukan terbentuk dari mekanisme pasar melainkan dari subyektivitas dari developernya. Ketika sisi subyektif yang bermain, maka developer merasa sah-sah saja memasang harga tinggi atas apartemen yang dijualnya.

Di sinilah pentingnya mengkalkulasi dengan bijak sebelum meminang unit apartemen tersebut. Ketika harga sudah tinggi atau bahkan harganya semu, pilihan yang perlu dicermati apakah unit itu layak sebagai piranti investasi.
 Berikut ini poin-poin yang perlu dikalkulasi:

-Perhatikan kapasitas keuangan jika membeli dengan utang bank (KPR)
-Jika unit itu disewakan, apakah mudah mendapatkan penyewa. Atau mudahkah unit itu diperjualbelikan lagi.
-Survei apakah harga sewanya sepadan dengan harga beli unitnya
– Jadikan harga apartemen yang lokasinya berdekatan sebagai perbandingan harga

Investasi apartemen apakah menguntungkan selamanya?

Secara garis besar, berinvestasi di properti menguntungkan. Terlebih kalau pintar membaca prospek masa depan suatu kawasan yang sudah tergambar dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) pemerintah yang bisa diakes di kantor kecamatan atau Pemda setempat.

Meski begitu tetap ada risikonya. Misalnya saja mengalami penurunan harga.

Contoh, seseorang yang sudah terlanjur membeli unit apartemen dengan harga tinggi bisa menderita kerugian jika harga unit itu mengalami ‘titik jenuh/tertinggi.’ Ketika kondisi itu terjadi maka mau tak mau harga akan turun.

Lain halnya bila membeli unit di harga yang masih wajar, potensi harga naik relatif terbuka lebar. Dan utamanya, peluang untuk harga turun atau jatuh lebih tipis dibanding kalau beli saat harga di posisi paling tinggi.


Dari hasil analisisnya disimpulkan ada empat faktor utama yang harus dimiliki dari setiap apartemen adalah lokasi, keamanan, harga, dan privasi. Di samping itu ada faktor tambahan lagi yang mesti dicermati yakni dari segi etnis yaitu gaya hidup, kebiasaan, dan kultur penghuninya.

Yang pasti, tak ada rumus baku yang bisa jadi pegangan untuk menentukan harga unit itu sedang ada di puncak atau di titik yang wajar. Masalah fluktuasi harga ini sangat tergantung kondisi di daerah masing-masing apartemen itu.

Alhasil, wajib hukumnya untuk ‘survei’ dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang sebuah apartemen – sebelum memboyongnya. Tentu informasi itu harus valid. Cek dengan seksama dan bandingkan tren kenaikan apartemen di suatu tempat dengan properti lainnya.

Meski begitu, tetap tak dapat dipungkiri bahwa insting mesti bermain di sini. Insting untuk membaca situasi dengan tepat. Hal lainnya yang turut menentukan adalah faktor hoki yang berperan dalam tingkat keberhasilan menemukan apartemen yang punya masa depan bagus.
semoga bisa bermanfaat.....

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Properti Di Kota Bekasi Sangat Menjanjikan

Bisnis Properti Perumahan